ELECTRIC [LAST CHAPTER – 14]

ELECTRIC

Author: Shin Heesa

WARNING!! NC 19+!!!!

Cast:

Xi Luhan (EXO)

Kai (EXO)

Minor Cast:

EXO Member

Disclaim: Tuhan yang menciptakan mereka, dua belas bintang besar yang eksotis, EXO. Pemeran lain hanyalah fiksi yang tidak diketahui keberadaan aslinya. Tapi itu terserah dirimu.

Aku menulis cerita ini murni dari imajinasiku yang selalu saja terlihat berlebihan dan sulit berhenti mencetak ide baru. Tidak ada salahnya juga menyampaikan karya yang tidak terlalu dilirik ini pada kalian, hei para pembacaku.

………………………………………………………………………………………………………………………………………….

-Previous Chapter-

“Heesa.. forgive me..” ucap Luhan lirih. Nada suaranya membuat hati Heesa bergetar. “Aku tahu aku salah.. maafkan aku. Sekarang aku menyadari bahwa aku melakukan banyak kesalahan padamu, aku menyesal bahwa aku pernah membuatmu menangis dan membuatmu tidak nyaman dengan perasaanmu sendiri.. dan kini aku juga sangat menyadari bahwa aku merindukanmu, Heesa.. sungguh..”

Heesa tidak mampu menahan air matanya yang mulai menyeruak dan memaksa untuk keluar. Heesa balas memeluk Luhan erat. Ia tidak mampu berkata-kata.. saluran napasnya tercekat oleh beribu bahasa rindu yang ingin sekali ia ungkapkan lebih pada Luhan..

……………………………………………………………………………………………………………………………………………..

Author’s POV

“Heesa..” ucap Luhan kembali, kemudian namja itu memejamkan matanya. “Kali ini aku serius padamu. Aku menyayangimu dan aku mencintaimu..”
Luhan melepaskan pelukannya kemudian merengkuh wajahnya dengan kedua telapak tangannya, menghadapkan wajah cantik sempurna itu padanya. Dan Heesa hanya menatap Luhan dengan sayu.
“Heesa..” ucap Luhan sambil menarik napas perlahan. Matanya menatap mata Heesa lurus -terlihat serius.
“Would you…”
“YEAAAAAAAA~”
“UWOOOOH LUHAAAN~”
“HAHAHAHA!!”
Seketika gaze yang sudah tercipta seserius mungkin antara Luhan dan Heesa hancur sudah. Luhan menoleh kesal pada Baekhyun, Dio, dan Kai yang ternyata sedari tadi bersembunyi dibalik semak-semak dan memantau setiap adegan yang terjadi antara Luhan dengan Heesa.
Luhan menurunkan tangannya kemudian mengepalkannya keras, kepalanya tertunduk untuk menutupi ekspresi kesalnya, dan sementara itu Baekhyun, Kai, dan Dio tetap menyorakinya dengan bersemangat.
“Ayooo Heesaaaa terimaa!!”
“Heesaa chukaeeee!!”
“Aku LuHee shippeer!!”
Heesa menggigit bibirnya, berusaha menahan tawa yang akan meledak karena melihat muka Luhan yang memerah. Heesa berbalik badan kemudian menyimpan telunjuknya didepan mulutnya, memberi tanda agar ketiga namja itu diam. Akhirnya mereka mengerti dan menutup mulut mereka.
“Luhan? Apa kau baik-baik saja?” tanya Heesa sambil membungkukkan tubuhnya agar bisa melihat ekspresi Luhan dengan jelas. Luhan berdehem salah tingkah kemudian mengusap wajahnya perlahan.
“Am okay..” jawab Luhan sambil menahan deru napasnya yang memburu karena kesal, apalagi sekarang ditambah Heesa yang sepertinya sangat ingin menertawainya. Haish mengapa suasana menjadi kacau seperti ini? Padahal tadi sedikit lagi..
Tiba-tiba Heesa menjinjitkan kakinya kemudian mencium pipi Luhan dengan senyum manis yang terukir dibibirnya. Luhan seketika menahan napasnya. Ia mengangkat dagunya kemudian menatap Heesa terkejut.
Heesa yang ditatap seperti itu oleh Luhan memasang mimik terkejut juga -berpura-pura. “Ups! Mian. Kau tidak suka?” tanya Heesa sambil memanyunkan bibirnya. “Okay aku tidak akan melakukannya lagi kalau begitu..”
“Andwae..”
Dengan pasti Luhan kembali merengkuh wajah Heesa dan menariknya lebih dekat dengan wajahnya. Heesa hanya mengedipkan matanya beberapa kali.
Luhan menatap mata Heesa dalam dan lurus, seolah berusaha menemukan titik arti dari penglihatannya terhadapnya, ingin mengetahui apakah rasa itu masih ada, dan berusaha memahami apa yang dilupakan oleh mata indah itu.. dan detik kemudian namja itu tersenyum manis.
“Saranghae..”
Detik kemudian Luhan mencium bibir Heesa dengan penuh ketulusan. Dan ketika itu juga Heesa tersenyum kemudian melingkarkan tangannya dileher Luhan dan membalas ciumannya.
Kai, Dio, dan Baekhyun bersorak bahagia. Akhirnya misi mereka untuk mendamaikan kedua orang itu selesai. Mereka melakukan high-five kemudian saling berpelukan.
Dan akhirnya mereka hidup bahagia selamanya.
Fin.
Oh belum..belum saatnya. Mungkin kita harus sedikit memperpanjang cerita ini, bukankah begitu?
***
Luhan merangkul pinggang Heesa erat ketika sebuah suara klik dari kamera terdengar olehnya. Dan satu gambar yang penuh senyuman telah terukir dari kamera polaroid milik Heesa.
Disana ada kedua orangtua Heesa yang berada disamping Luhan, dan kedua orangtua Luhan disamping Heesa, dan Luhan yang memeluk Heesa berada ditengah-tengah mereka. Poto itu terlihat klasik dan natural, juga indah. Dan Heesa yakin bagi siapapun yang melihat poto itu, pasti akan ada sesuatu yang hangat menjalar dalam hatinya.
Malam ini adalah malam ke-5 sebelum pernikahan Luhan dan Heesa dimulai. Segalanya yang menyangkut tentang pernikahan telah mereka persiapkan dari jauh hari. Baju pernikahan, peralatan pernikahan, bunga, makanan yang akan disajikan, sampai para pemain alat-alat musik kelas atas yang telah mereka sewa untuk satu hari berharga, satu hari yang menentukan segalanya.
Dan kini mereka berada di hotel berbintang lima yang telah mereka sewa seutuhnya sampai hari pernikahan tiba. Seluruh teman-teman Heesa dan Luhan tentu saja menginap di hotel itu, termasuk rekan kerja kedua orangtua masing-masing. Di hotel ini serba ada. Kolam renang, cafee, salon, spa, dan yang lainnya. Jadi siapa yang akan menolak tawaran menginap di hotel dengan fasilitas sesempurna itu dalam waktu seminggu?
Luhan memeluk pinggang Heesa dari belakang dengan posisi yang amat sangat nyaman. Heesa membelai pipi Luhan dengan sayang, kemudian tersenyum.
“Apa kau gugup, Honey?” tanya Luhan sambil mencium pipi Heesa. Heesa mendengus pelan.
“Kurasa kaulah yang merasa gugup,” balas Heesa sambil meleletkan lidahnya. Luhan tertawa kecil dan mencubit ujung hidung Heesa gemas.
“Benar juga.. aku membayangkan, setelah kita menikah nanti, kita akan sering tidur berdua, memasak berdua, kemudian mempunyai anak..”
“Anak?”
“Tentu saja, Baby. Kau tidak ingin memilikki anak dariku?”
“Bukan itu maksudku.. hanya saja membayangkan kita memilikki anak..”
“Kau ingin berapa?”
Heesa tersenyum. “Satu perempuan dan satu laki-laki.”
Luhan melepas pelukannya kemudian membalikkan badan Heesa agar menghadap padanya. “Bagaimana kalau tiga? Empat? Atau sebelas?”
“Yaa!!” teriak Heesa sambil memukul kepala Luhan. Luhan hanya meringis sambil terkekeh. “Aku tidak akan sanggup jika sebelas.”
“Apa? Tidak akan sanggup? Ayolah aku tahu kau yeoja yang kuat, Baby~” goda Luhan sambil menggelitik pinggang Heesa. Heesa tertawa sambil berusaha memberontak.
Melihat mereka berdua seperti itu, para orangtua hanya tersenyum bahagia. Tidak sabar untuk menunggu hari pernikahan mereka tiba.
**
Hari kedua sebelum pernikahan. Gedung pernikahan telah selesai didekorasi seindah dan semenarik mungkin. Gaun pernikahan kedua mempelai telah tergantung rapi didalam lemari. Bunga untuk mempelai wanita telah dipesan, kue pernikahan yang bertingkat juga hampir selesai dibuat. Segala yang dibutuhkan dalam pernikahan mereka telah sempurna.
Heesa kini berada di cafee bersama teman-temannya. Mereka membicarakan segala hal, termasuk pernikahan Heesa yang berseling satu hari lagi.
Disana juga ada Han Chaeri. Rupanya dia telah merelakan Luhan dengan Heesa. Beberapa waktu yang lalu Chaeri sangat menyesali perbuatannya pada Heesa dan akhirnya ia meminta maaf langsung pada Luhan dan Heesa. Tentu saja mereka berdua memaafkannya dengan senang hati, dalam artian akhirnya masalah mereka benar-benar usai.
“Heesa, lusa nanti kau harus tenang. Tidak boleh gugup!”
“Benar. Jika kau gugup, mungkin saja kau akan terjatuh ketika berjalan ke altar..”
“Oh, nooo~”
Heesa hanya tertawa ringan menanggapi perkataan teman-temannya itu. Dan memang harus Heesa akui, dari jauh hari sebelumnya Heesa sudah merasa sangat gugup dan mulai membayangkan hal-hal yang tidak diinginkan, yang memalukan, atau bahkan yang bisa membatalkan pernikahan. Namun Luhan selalu menenangkannya dengan kata-kata yang menjanjikan, sehingga Heesa bisa sedikit menghilangkan rasa gugupnya.
“Tentu, aku mengerti,” jawab Heesa sambil terkekeh. Teman-temannya pun ikut tertawa.
“Heesa!”
Salah satu dari mereka tiba-tiba berteriak keras meneriakkan nama Heesa. Sontak semua terkejut, tentu saja termasuk Heesa.
“Ya, Chaeri?” sahut Heesa sambil menaikkna alisnya. Chaeri hanya tersenyum lebar.
“Aku memiliki kejutan untukmu. Dan aku ingin memberikannya sekarang.”
“Sekarang?” tanya Heesa lagi memastikan. Dan Chaeri mengangguk semangat. Heesa mengerutkan keningnya, kira-kira apa yang akan Chaeri berikan? Mengapa ia begitu bersemangat? Heesa mulai merasa curiga, namun pada akhirnya Heesa tersenyum dan menganggukkan kepalanya.
“Yaaah~ Chaeri biarkan kami ikuuut!” ucap teman-temannya. Namun Chaeri hanya tersenyum lebar.
“Sorry! Ini privasi kami berdua! Jangan ganggu kami,” ucap Chaeri sambil tertawa. “Kajja!”
Dengan sigap Chaeri segera menangkap pergelangan tangan Heesa setelah Heesa mengalungkan tasnya dipundaknya, dan menariknya ke suatu tempat.
*
Ternyata Chaeri mengajaknya ke kamarnya. Kini Chaeri menyuruh Heesa agar menunggu diruang tengah, sementara Chaeri mengambil sesuatu di kamarnya.
“TADAAA!!” ucap Chaeri setelah kembali dari kamar. Ia menyodorkan sebuah kotak cukup besar yang dibungkus oleh bungkus kado berwarna merah tua dan sedikit dihiasi pita di atasnya. Heesa tersenyum bahagia kemudian menerimanya.
“Ooow! Thankyou, my bestiest friend~” ucap Heesa dan memeluk Chaeri dengan erat. Chaeri tersenyum sambil menepuk pundak Heesa kecil.
“Your welcome, Baby~” ucap Chaeri. Heesa melepas pelukannya kemudian mengambil kado itu.
“Bolehkah aku membukanya sekarang?” tanya Heesa antusias. Chaeri membelalakkan matanya yang bulat dan kecil.
“Tidak! Kau tidak boleh membukanya sekarang! Kau baru boleh membukanya ketika sebelum pernikahan. Dan kumohon, pakailah ini ketika hari pernikahanmu,” ucap Chaeri sambil terkekeh. Heesa hanya memasang mimik kecewa.
“Jinjja? Ah, wae?” tanya Heesa sambil mengguncangkan kecil kotak merah tua itu. Chaeri tersenyum geli.
“Pokoknya kau harus berjanji padaku, kau akan memakai ini ketika pernikahanmu, arasso?” tanya Chaeri sambil menyodorkan tangannya, berniat untuk berjabat tangan. Heesa terdiam sejenak, namun kemudian tersenyum dan menjabat tangan Chaeri.
“Okay! Deal! Lihat saja nanti,” ucap Heesa sambil memasang senyum lebar dibibirnya. Chaeri tertawa kemudian memeluk Heesa erat.
“Aaah~ chukae, Heesa,” ucap Chaeri sambil mengelus punggung Heesa. Heesa tersenyum tulus dan balas memeluk Chaeri.
“Gomawo, Chaeri.”
**
Heesa menendang kecil kaleng minuman kosong miliknya yang telah ia lempar ke atas pasir pantai. Rambutnya ia biarkan tergerai sehingga kini bebas terhembus oleh angin yang bertiup kencang. Dan dress pastel miliknya pun ikut tertiup. Namun ia tidak peduli.
Kini ia tengah menikmati sinar matahari sore. Hangat dan nyaman. Cahayanya pun tidak terlalu menyakitkan mata, bahkan justru membuatnya ingin terus melihat keindahannya sampai matahari itu bersembunyi dibalik laut. Heesa pun akhirnya duduk di atas pasir dan menghadapkan wajahnya tepat pada cahaya matahari yang tengah menyorot wajahnya lembut..
Detik kemudian Heesa terkejut ketika ada seseorang yang menutup matanya dari belakang. Heesa tidak yakin dia adalah Luhan, karena namja itu kini tengah sibuk mengurus gedung pernikahan yang riasannya sebentar lagi selesai. Luhan tidak mengijinkan Heesa untuk ikut karena ia takut Heesa kelelahan dan sakit, yang pada akhirnya yang pergi ke gedung pernikahan hanya Luhan dan kedua orangtuanya.
“Siapa ini?” tanya Heesa sambil menyentuh tangan yang tengah menutup matanya itu dengan ujung jarinya. Ia seperti mengenal kulit itu. Oh.. tentu saja Heesa sudah menyentuh kulit semacam itu selama dua puluh tahun lebih. Heesa tersenyum lebar dan mencubit tangan itu. “Kai!”
Terdengar kekehan geli tepat di belakang Heesa. Akhirnya Kai membiarkan mata Heesa bebas dari genggamannya, dan kini ia beralih memeluk bahu Heesa yang selalu pas dalam lengannya dari belakang, merengkuhnya nyaman.
Heesa tertawa kecil kemudian mengacak rambut Kai pelan. “Kau seharusnya sudah tahu bahwa aku akan mudah menebak siapa yang tengah menutup mataku setelah aku selalu menyentuh kulit semacam itu lebih dari dua puluh tahun,” ucap Heesa panjang lebar. Kai hanya menggumam kecil, kemudian tersenyum.
“Lusa, eh?” tanya Kai dengan suara seraknya. Heesa mengangguk. “Huah.. kau akan segera mejadi ahjumma..”
“Ya!” seru Heesa sambil menjitak kepala Kai cukup keras. Kai mengaduh kecil kemudian tertawa. “I’m still forever young~ hahaha.”
“Haha.. betul juga. Kau selalu cantik apapun yang terjadi,” ucap Kai sambil mencium pelipis Heesa. Heesa tersenyum lebar. “And by the way.. aku sejujurnya tidak bisa melepasmu dengan Luhan.”
Heesa terdiam, kemudian menggenggam tangan Kai. “Dont be, Kai. You can find another girl..”
“I can’t find another bestfriend like you,” ucap Kai kemudian menghela napas panjang. Heesa berdecak kecil.
Detik kemudian Heesa melepas pelukan Kai kemudian membalikkan badannya dan mengahadapkan badannya pada Kai. Heesa memegang kedua pipi Kai kemudian menatap lurus pada mata namja itu.
“Kai, dengar. Bukan berarti aku akan menikah kita bukan sahabat lagi. Kau tetap sahabat terbaikku. Jika kau ada masalah, atau membutuhkan teman berbincang.. kau bisa menghubungiku, arasso?” tegas Heesa. Kai mengerjapkan matanya beberapa kali. “Kau percaya padaku ‘kan?”
Beberapa saat kemudian Kai tersenyum geli. Kai melepaskan genggaman tangan Heesa pada pipinya dan menggenggam kedua tangan mungil itu, lalu menciumnya dengan sepenuh hati. Heesa hanya terdiam melihatnya.
“Tentu saja aku percaya padamu. Pabo,” ucap Kai sambil mengernyitkan hidungnya lucu, dan hal itu sukses membuat Heesa merasa gemas dan ingin sekali mencubit hidungnya.
“That’s my Bestie~” ucap Heesa sambil memeluk Kai. Kai tersenyum dan balas memeluk Heesa. Ia pasti akan sangat merindukan yeoja ini..
“Heesa?” panggil Kai. Heesa menyahutnya dengan gumaman.
Detik kemudian Kai melepaskan pelukan Heesa kemudian menarik yeoja itu pergi dari sisir pantai. Ia ingin mengajak yeoja itu ke suatu tempat sepertinya.
*
Ternyata Kai mengajak Heesa ke kamarnya. Mereka kini tengah duduk di atas ranjang dengan satu kotak besar yang menjadi jarak antara mereka.
“Apa ini?” tanya Heesa sambil mengusap luar kotak itu. Kai tersenyum bahagia.
“Bukalah.”
Setelah Kai mengizinkan Heesa untuk membukanya, akhirnya dengan semangat Heesa membuka kotak itu. Dan ternyata..
“KAAI!” teriak Heesa terkejut. Kai hanya tertawa. “KAU MENYIMPAN SEMUA INI?”
Kai semakin tertawa. Kini ia merubah posisinya menjadi berbaring dengan tawa yang masih menghiasi mulutnya.
Dengan mata yang membulat, Heesa mengambil satu dari sekian banyak poto di dalamnya. Ia melihat poto itu dengan seksama, ujung jarinya menyusuri dua wajah mungil yang terlukis bahagia disana.
Bibir Heesa kini tersenyum lembut. Ia kembali mengambil beberapa poto dan dilihatnya satu per satu.
“Kau merindukannya?” tanya Kai sambil menopangkan kepalanya dengan tangannya dan menghadap pada Heesa. Heesa mengangguk pelan.
“Aku merindukannya, Kai. Sangat.”
Di dalamnya terdapat banyak poto dirinya bersama Kai sewaktu kecil hingga mereka dewasa seperti sekarang. Kai sengaja mengumpulkannya, karena dulu ia berangan-angan Heesa akan menjadi pendamping hidupnya. Ia pikir akan sangat lucu jika anak-anak mereka melihat poto mereka berdua yang sudah sangat akrab sejak kecil. Namun karena takdir berkata lain, akhirnya Kai memutuskan untuk memperlihatkan semua poto itu sekarang.
Heesa tertawa geli, membuat pikiran Kai teraliihkan padanya.
“Ada apa?” tanya Kai penasaran. Heesa mengulum senyumnya kemudian menyembunyikan poto itu dibelakang punggungnya. Kai menghela napas lalu merubah posisinya menjadi duduk. Kai menjulurkan tangannya pada Heesa. “Berikan.”
Heesa menggelengkan kepalanya dan meleletkan lidahnya. “Shireo!”
Kai kembali menghela napasnya. “Heesa, cepat berikan atau aku akan membawanya secara paksa darimu,” ucap Kai mengancam Heesa. Namun yeoja itu tetap menyembunyikan poto itu dibalik punggungnya.
Detik kemudian Kai tersenyum jahil. Ia menyingkirkan kotak beserta poto yang menghalangi jalannya untuk mendekati Heesa. Kai kini merangkak sedikit demi sedikit mendekati Heesa, dan tentu saja yeoja itu bergerak mundur menjauhi Kai.
Hingga sampai ditepi ranjang, dengan cepat Heesa turun dari ranjang dan berlari ke arah ruang tamu. Kai tentu saja mengejarnya. Sejenak tawa mereka menyelimuti disekitar ruangan.
“Heesaaa! Please! Biarkan aku melihatnya!”
“Andwaeee! Kau tidak boleh melihatnyaa!”
Kini mereka saling mengejar di sekitar sofa. Tawa mereka tidak berhenti. Meskipun napas mereka sudah tidak beraturan, tetapi mereka tetap saling mengejar, tidak ingin mengalah satu sama lain.
Dan ketika Heesa mencoba berlari lebih cepat lagi, ternyata disana Kai telah bersiap untuk menangkapnya. Namja itu berhasil menangkap Heesa kemudian menghimpitnya ke tembok agar Heesa tidak bisa menghindarinya.
Kini napas mereka terengah, mencoba mengatur napasnya masing-masing. Kai menggenggam kedua tangan Heesa yang terletak dibelakang punggung yeoja itu hingga ia tidak mudah untuk memberontak. Heesa tertawa kecil.
Setelah napas keduanya melambat, Kai segera mencoba merebut poto itu dari tangan Heesa. Namun tangan mungil itu terlalu kuat untuk menggenggam selembar poto. Kai hanya tertawa gemas.
“Heesa, berikan.”
Heesa meleletkan lidahnya. “Tidak.”
“Atau aku akan benar-benar memaksa,” timpal Kai lagi. Heesa mendengus kecil.
“Coba saja kalau kau bisa,” balas Heesa tidak mau kalah. Kai mengangkat alisnya.
“Benar? Kau yakin?”
“Tentu saja!”
“Hanya saja aku tidak yakin kau tidak dapat menahannya..”
Heesa mengerutkan keningnya tidak mengerti. Apa maksud Kai? Tidak dapat menahannya?
“Maksudm… ah!”
Seketika Heesa menjerit kecil ketika Kai menggigit ujung hidung Heesa keras. Dan Heesa semakin berteriak ketika Kai menggigit telinganya dan menjilatnya kecil.
“Aaa! Kai sudaaah lepaskan akuuu!”
“Shireo.”
“Kaaai! Kumohooon!”
Namun Kai menghiraukannya. Dan kini ia beralih menuju dagu Heesa. Kai menengadahkan kepala Heesa agar wajahnya menghadap padanya, dan detik kemudian Kai menggigit dagu lancip milik yeoja itu. Heesa menggigit bibirnya agar jeritannya tidak meledak. Namja ini.. aish!
Kai kemudian melepaskan gigitannya, kemudian tertawa. Heesa mengembungkan pipinya kesal.
“Cepat berikan! Atau aku akan menggigit bagian tubuhmu yang lain,” ucap Kai sambil tersenyum jahil. Heesa membuang napasnya sekaligus, kemudian mengangkat dagunya angkuh.
“Tidak akan, Kai! Pokoknya aku tidak akan menyerahkan poto ini!” ucap Heesa seperti anak kecil. Kai tertawa singkat.
“Jinjja?” tanya Kai meyakinkan Heesa. Heesa melipat bibirnya kemudian mengangguk pasti. “Baiklah.. kau yang meminta, Heesa.”
Heesa sangat terkejut ketika Kai mendekatkan bibirnya pada bibir Heesa. Heesa merasakan ada yang menggelitik perutnya ketika Kai menggigit bibirnya lembut. Ah, ancaman macam apa ini? Bukannya membuat tersiksa tetapi Heesa justru menikmatinya..
Menit kemudian, ancaman itu berubah menjadi ciuman yang semakin dalam dan sensitif. Tangan mereka tidak tinggal diam -Kai memasukkan tangannya ke dalam dress sepanjang paha milik Heesa sehingga setengah badan Heesa kini terlihat. Dan Heesa sibuk menarik leher Kai agar namja itu memperdalam ciumannya. Dan poto itu terjatuh bebas ke atas lantai. Tentu saja keduanya kini tidak ada yang memperdulikan poto itu -yang awalnya mereka perebutkan, tetapi kini mereka telah mengalihkan fokus mereka terhadap hal lain. Hal yang lebih menarik.
Dan entah bagaimana bisa terjadi, kini mereka telah berbaring di atas ranjang kembali, dengan Kai yang berada di atas dan Heesa berada di bawahnya. Dress Heesa kini menghilang, yang tersisa hanya pakaian dalam yang dikenakannya. Begitu pula dengan Kai, kini ia half naked -hanya memakai celana jeans miliknya. Mulut mereka masih sibuk ‘berbicara’ dan bahkan kini semakin liar dan panas..
Kai mulai menggerayangi punggung Heesa, kemudian membuka kaitan bra milik Heesa dengan mudah..
“Ehm..”
Heesa segera mendorong tubuh Kai ketika ia menyadari kebradaan Luhan yang tengah menyender di ambang pintu kamar. Heesa gelagapan memasang kaitan bra dibelakangnya, sedangkan Kai dengan tergesa memakai pakaiannya kembali. Luhan tertawa kecil melihat tingkah yang dilakukan oleh Kai dan Heesa. Dan akhirnya ia memutuskan untuk menghampiri Heesa dan membantunya mengaitkan kaitan branya.
Luhan menarik Heesa agar berdiri kemudian ia melepaskan tangan Heesa yang masih berusaha memasangkan kaitannya kembali. “Yang pertama, kedua, atau terakhir?” tanya Luhan sambil menatap lurus pada Heesa. Heesa menelan ludahnya susah payah, ia benar-benar salah tingkah.
“Kedua..” jawab Heesa dengan suara yang nyaris tidak bisa didengar, namun Luhan bisa mendengarnya dengan jelas karena jarak wajahnya begitu dekat dengan Heesa. Kemudian Luhan mengaitkan kaitan bra Heesa dengan mudah. Setelah itu Luhan mengambil dress Heesa yang tidak jauh dari tempatnya kemudian memakaikannya pada Heesa dengan santai. Heesa hanya menurut dengan kepala yang tertunduk malu.
Kai mengatur napasnya yang berderu cepat. Dadanya tiba-tiba terasa sesak, sesak karena malu, karena benci, karena masih tidak bisa menerima kenyataan bahwa Luhan dan Heesa ditakdirkan bersama. Ia menajamkan pandangannya ketika Luhan mengacungkan sebuah poto yang sudah sedikit usang.
“Kutemukan di ruang tamu. Poto yang kalian perebutkan tadi,” ucap Luhan terdengar sedikit ketus, kemudian ia menjatuhkan poto itu dengan sengaja ke atas kasur. Matanya menatap Kai tajam, seperti memberikan peringatan kau-jangan-pernah-menyentuh-calon-pengantinku-lagi. Kai mendengus kasar menanggapinya.
Detik kemudian Luhan merengkuh bahu Heesa kemudian mengajaknya keluar dari kamar. Tentu saja Luhan marah, namun ia akan menyembunyikannya, karena ia takut pernikahannya dengan Heesa malah menjadi runyam. Ia tidak mau itu terjadi setelah apa yang ia lewati selama ini.
*
Luhan mengalungkan handuk berwarna putih di leher Heesa, kemudian tersenyum. “Apa kau keberatan jika aku memintamu untuk mandi sekarang?” tanya Luhan sambil menatap mata Heesa lurus. Heesa menggelengkan kepalanya cepat. “Aku akan membawa makanan untuk kita. Jangan pergi kemanapun sebelum aku kembali,” ucap Luhan dengan nada suaranya yang dingin, dan Heesa menganggukkan kepalanya kembali.
Luhan akhirnya berjalan keluar kamar, melangkahkan kakinya menuju ruang makan hotel dan membawakan makanan untuk mereka berdua malam ini. Dan mungkin.. sebelum Luhan kembali ke kamar, ia akan bertemu rindu dengan rokoknya terlebih dahulu hanya untuk beberapa menit.
*
Luhan menyimpan makanan yang ia bawa di atas salah satu meja pantai. Kemudian ia mengeluarkan satu batang rokok dari sakunya dan menyalakannya dengan pemantik api kesayangannya.
Luhan menghisap rokok itu dalam-dalam. Ia merindukan asap rokoknya yang khas, yang dulunya hampir setiap hari menemani pernapasannya. Luhan menghembuskan asap itu perlahan dari mulutnya dengan mata yang terpejam, menikmati keberadaan dirinya dengan ‘kekasih gelap’nya itu.
Namun beberapa menit kemudian kenikmatan Luhan buyar ketika ada seseorang menghampirinya dan duduk di sebelahnya. Luhan menghembuskan napasnya perlahan ketika matanya melihat Chaeri tersenyum manis ke arahnya.
“Kau merokok lagi?” tanya Chaeri mengawali pembicaraannya. Luhan tertawa dengan dengusan kasar di akhir sebagai jawabannya. Mau tidak mau Chaeri ikut tertawa, meskipun terpaksa. A little awkward moment.
Sejenak mereka saling terdiam dan tidak berusaha untuk mengatakan sesuatu. Tatapan mereka fokus pada langit yang dipenuhi dengan bintang, atau laut yang airnya terdengar berderu dengan kencang dan menerpa batu karang. Udara yang sedikit terasa dingin menerpa tubuh mereka, menjadikan suasana antara mereka memang tidak cocok untuk saling bertukar pikiran, atau perang mulut dalam memperdebatkan sesuatu. Dan mungkin suasana ini cocok untuk hal-hal yang tenang, hal-hal yang tidak menghidupkan amarah yang ada dalam diri mereka.
Chaeri menghembuskan napas panjang. “Luhan, chukkae.”
Luhan menghembuskan asapnya ke udara, kemudian melihat ke arah Chaeri. “Thanks.”
Chaeri memutarkan kepalanya sembilan puluh derajat agar bisa bertatapan dengan Luhan. “Kuharap kau bisa menjadi yang terbaik untuk Heesa.”
Luhan tersenyum kecil. “Sejak kapan kau berubah seperti ini..” ucap Luhan menyindir Chaeri. Chaeri tertawa menanggapinya.
“Sejak aku merelakanmu dengannya,” balas Chaeri. Luhan memicingkan matanya, meminta penjelasan lebih. Chaeri mengangkat alisnya mengerti. “Dan aku belum bisa merelakanmu.”
Luhan mengerjapkan matanya beberapa kali, kemudian mengangguk pelan. “Carilah namja yang lebih baik dariku, Cherry. Dan.. kau tahu? Kurasa Dio masih menyimpan rasa padamu,” ucap Luhan sambil menyenggol lengan Chaeri. Chaeri berdecak tidak setuju.
“Apa maksudmu? Aku sudah jahat padanya, mana mungkin dia masih menyukaiku,” sanggah Chaeri dengan mimik muka tidak setuju.
Luhan berdehem pelan. “Kau tahu? Terkadang cinta itu membuat kita buta. Seberapa pun jahatnya orang yang kau cintai, jika kau masih mencintainya dengan tulus, kau pasti akan berharap padanya agar terus selalu berada disisimu, tanpa kau sadari..” ucap Luhan sambil menghisap rokoknya kembali. Chaeri menghela napas panjang. “Oh, aku hanya mengatakan apa yang harusnya kukatakan,” lanjut Luhan sambil mengulum senyumnya.
Chaeri menghembuskan napas kesal. “Boleh kuminta satu batang?” pinta Chaeri sambil mengulurkan telapak tangannya. Luhan melihat telapak tangan itu beberapa detik, kemudian mengacuhkannya. Chaeri menggerutu kesal ketika mendapatkan penolakan seperti itu. Ia meremas kedua tangannya, menahan amarah yang sepertinya bisa saja ia salurkan saat itu juga melalui pukulan tepat di wajah Luhan. Luhan yang melihat tingkah Chaeri hanya bisa tertawa kecil.
“Maaf,” ucap Luhan dengan suara pelan. Chaeri menatap tajam padanya. “Maaf aku merokok didepanmu. Seharusnya aku tidak melakukannya. Tetapi, jika kau merokok didepanku, aku tidak akan memaafkanmu karena kau tidak boleh melakukannya.”
“YA! Dasar egois!” protes Chaeri sambil memukul lengan Luhan cukup keras, membuat namja itu tertawa puas. “Jangan tertawa!”
Luhan meleletkan lidahnya dengan sisa tawa yang masih menghiasi bibirnya. Chaeri mengembungkan pipinya kesal.
“Han Chaeri..” ucap Luhan ketika tawanya telah reda. “Senang bisa berkenalan denganmu,” lanjutnya sambil menjulurkan tangannya, meminta yeoja itu agar balas menjabatnya. Chaeri melihat tangan Luhan beberapa saat, kemudian menjabatnya dengan senyum yang terukir di bibirnya.
“Senang juga bisa mengenalmu, Xi Luhan,” ucap Chaeri sambil tertawa kecil. Konyol.
Luhan menatap mata Chaeri dengan tatapan playboy-nya, membuat yeoja itu sedikit salah tingkah.
“Mungkin aku akan memberimu penghargaan sebagai mantan terindahku,” ucap Luhan disusul tawanya yang tidak bisa ia kontrol. Chaeri melepaskan jabatan itu kemudian pukulan yang lebih keras kembali menghujam lengan Luhan.
Dan untuk pertama kalinya, Han Chaeri merasa sangat nyaman berbincang dengan Luhan. Ia merasa menjadi dirinya sendiri ketika bersama namja itu. Dan mungkin hal inilah yang membuatnya tidak bisa merelakan Luhan menikah dengan Heesa. Namun, apa yang ia bisa lakukan? Cinta mereka terlalu kuat untuk dibentengi orang ketiga seperti dirinya.
“Luhan, bisakah aku memelukmu sekarang? Pelukan seorang teman, atau sebagai ‘mantan terindah’?” pinta Chaeri sambil tertawa kecil. Luhan tersenyum manis.
“Tentu, Han Chaeri.”
Chaeri memeluk Luhan dengan erat. Luhan balas memeluknya sambil menepuk-nepuk bahu yeoja itu pelan. Kini Chaeri harus benar-benar melepas Luhan pergi, asalkan hal itu bisa membuat Luhan bahagia, ia akan merelakannya. Dan.. cinta sejati itu.. kita akan bahagia melihat orang yang kita cintai bahagia, bukan? Meskipun pada ending story ia tidak berasama kita.
“Thankyou, for everything,” bisik Chaeri sambil berusaha menahan air matanya agar tidak merebak keluar.
Luhan tersenyum tulus dengan tangannya yang masih menepuk pundak Chaeri. “Sama-sama, Cherry.”
*
Luhan membuka pintu kamarnya dan menemukan Heesa tengah mengeringkan rambutnya dengan handuk kecil. Ia memejamkan matanya, berusaha mengatur napasnya yang memburu ketika kembali teringat kejadian tadi. Kejadian yang sedikit membuat perasaannya terganggu.
“Ah, you’re there..” ucap Heesa dengan nada suaranya yang terdengar canggung dan takut. Luhan mendengus kasar.
Melihat respon Luhan seperti itu, Heesa semakin merapatkan bibirnya, tidak berani berbicara lagi. Ia takut mengeluarkan kata-kata yang hanya akan membuat Luhan semakin marah padanya. Dan kini, hanya menatap matanya saja Heesa sudah tidak berani.
Dengan perlahan Heesa menyimpan handuk di atas sofa kemudian mulai berjalan menuju pintu keluar, berniat untuk meninggalkan kamar. Namun dengan pasti Luhan mencengkram lengan Heesa, mencegahnya pergi. Seketika Luhan menarik Heesa menuju ranjang dan menidurkan yeoja itu dengan sedikit paksaan. Tanpa membiarkan Heesa untuk memberontak, Luhan kini sudah berada di atasnya dan membuka dressnya dengan mudah. Heesa, tentu saja merasa ketakutan dan kebingungan. Ia berusaha melepaskan diri, namun Luhan segera mencengkram kedua lengannya dengan satu tangan dan meletakkannya di atas kepalanya.
Dengan sedikit kasar, tangan Luhan yang lain mengangkat dagu Heesa hingga leher jenjangnya terlihat. Luhan melihat ke sekitar leher Heesa, kemudian ke dada, perut, hingga kaki..
“Luhan! Apa yang sebenarnya kau lakukan?” tanya Heesa kesal. Luhan tidak menjawabnya. Ia hanya melihat Heesa dengan tatapan tajamnya, dan kemudian ia kembali memeriksa kaki Heesa.
Dengan paksaan Luhan membalikkan tubuh Heesa, kemudian ia memeriksa tengkuk dan punggung Heesa. Dan Luhan bisa sedikit bernapas lega ketika ia tidak menemukan apa yang ia cari -kissmark yang mungkin saja ditinggalkan oleh Kai.
Akhirnya Luhan berdiri. Matanya menatap lurus pada Heesa yang kini tengah memakai dressnya kembali.
“Pulanglah. Dan pastikan kamarmu terkunci,” ucap Luhan, terdengar dari nada suaranya bahwa ia masih marah pada Heesa. Heesa segera berdiri dan merapikan dressnya.
“Maafkan aku, Luhan,” ucap Heesa pelan. Luhan mendengus kasar.
“Aku tidak akan memaafkanmu.”
“Tapi.. besok pernikahan kita..”
Luhan menatap mata Heesa tajam. “Ya, aku tahu. Kita akan tetap melaksanakannya. Namun jangan berharap besok akan berjalan lancar.”
Heesa hanya terdiam mendengar kalimat terakhir Luhan.
***
Heesa sudah bangun sebelum matahari terbit. Ia segera membersihkan badannya dan membuat kulitnya seharum mungkin. Ia juga mencuci mukanya dengan tidak terburu-buru, ia ingin membuatnya sempurna dan terlihat secerah mungkin.
Setelah selesai, Heesa kembali ke ruang ganti. Disana sudah ada ibunya, ahjumma, dan beberapa penata rias yang siap membantu Heesa untuk menjadikannya sorotan paling indah di hari pernikahannya ini. Dan beberapa menit kemudian para penata rias sudah mulai merias wajah Heesa senatural mungkin. Memberikannya sentuhan sederhana pada riasan mata dan pipinya yang diberikan sedikit warna merah muda, membuatnya terlihat cantik dan sempurna.
Setelah itu, Heesa kini memakai gaun pengantin yang telah disiapkan dari beberapa hari yang lalu. Gaun itu terasa lembut seperti sutra, -dengan ekor gaun yang menjuntai indah, dan gelombang bagian bawah gaun yang terbuat dari renda. Bagian depan gaun, panjangnya hanya sampai atas lutut. Sengaja Heesa memilih yang pendek, karena ia tidak ingin di hari pernikahannya, yang mengganggunya adalah gaun pernikahannya sendiri. Sehingga ia memilih gaun yang sedikit bebas agar ia mudah bergerak.
Dan sentuhan terakhir yaitu high heels. Heesa memakai high heels pemberian dari Chaeri, kado pemberian yang ia terima kemarin. Dan ternyata ukurannya pas dan membuat kaki Heesa terlihat lebih indah. Mungkin setelah pernikahan ia akan menyempatkan untuk berterimakasih pada Chaeri.
Mommy datang menghampiri Heesa sambil membawa sebuket bunga ditangannya. “Kau sudah siap?”
Heesa mengambil buket bunga itu, kemudian tersenyum. “Ya, Mom.”
Mommy kemudian memeluk Heesa dengan penuh haru. “Kau akan menjadi seorang ibu, Dear.”
Heesa tertawa kecil dan balas memeluknya. “Dan Mom akan menjadi Granma.”
Mommy melepas pelukannya kemudian mencubit hidung anaknya itu. “Baiklah. Ayo berangkat. Daddy sudah menunggu diluar.”
Heesa menarik napas panjang. “Arasso.”
*
Pintu besar yang dihiasi bunga-bunga indah itu pun terbuka. Seluruh tamu undangan segera berdiri dan menyambut kedatangan sang mempelai wanita yang tengah menggandeng ayahnya. Ia terlihat cantik. Sangat cantik. Siapapun yang melihatnya, pasti akan berpikir bahwa dia adalah salah satu bidadari yang turun dari istana langit.
Luhan sedikit merapikan jasnya, kemudian menatap Heesa kembali. Yeoja itu berjalan sangat hati-hati. Bibir merah mudanya menyunggingkan senyum yang manis, membuat siapapun akan terpaku melihatnya.
Ketika hampir sampai, Heesa menatap Luhan dan terseyum. Luhan balas menatapnya, namun ia tidak tersenyum. Ia hanya mengangkat halisnya. Dan tanggapan itu membuat Heesa mengulum senyumnya. Ia menjadi ingat apa yang dikatakan Luhan semalam.
Setelah tangan Heesa telah diserahkan pada Luhan, Luhan menggapainya dan membantu Heesa untuk naik ke podium. Kini keduanya berhadapan dan saling menatap satu sama lain. Sang pendeta telah siap membacakan janji.
*
Luhan merangkul pinggang mungil Heesa dengan erat. Kini mereka tengah berjalan mengelilingi ruangan untuk menghampiri tamu undangan dan mempunyai sedikit perbincangan dengan mereka. Sekedar formalitas.
Mereka berdua terlihat sangat serasi, apalagi ketika melihat mereka saling tersenyum satu sama lain -seakan seperti di negeri dongeng dengan berbagai macam kisah cinta yang sempurna.
Ketika mereka akan berjalan ke tamu undangan yang lain, Luhan menghentikan langkahnya. Dan akhirnya Heesa juga terpaksa menghentikan langkahnya karena pinggangnya yang dirangkul erat oleh Luhan.
Luhan menundukkan kepalanya pada telinga Heesa, kemudian berbisik, “Kau menikmati hari ini, huh?”
Heesa menggigit bibirnya. Dari nada bicaranya memang terdengar seperti mengancam. Heesa memalingkan mukanya kemudian mendesah panjang. Luhan yang mengetahui respon tersebut hanya mengulum senyumnya.
“Um, Luhan. Aku ingin mengganti bajuku,” ucap Heesa sedikit terbata. Luhan mengangkat alisnya kemudian melepaskan rangkulannya pada pinggang Heesa.
“Silakan.” Lagi-lagi Heesa menangkap maksud dari ‘silakan’ itu, seperti ‘kau tidak bisa melarikan diri, Heesa’. Ah, whatever.
Luhan melihat Heesa berjalan menjauh menuju belakang gedung. Detik kemudian ia tertawa kecil karena ia berhasil menakuti-nakuti Heesa. Ekspresinya lucu sekali.
Luhan berjalan menuju tempat minuman dan mengambil satu gelas disana. Luhan menempelkan bibir gelas pada bibirnya sambil melihat ke sekitar tempat pernikahan. Semuanya berjalan lancar, semua tamu menikmati hidangan yang disediakan. Ia tersenyum lega mengetahuinya.
“WOY!”
“Ah!!”
Dengan waktu yang singkat, kini baju Luhan basah oleh minuman berwarna merah itu. Ia menggerutu kemudian membalikkan badannya untuk mengetahui siapa yang sudah membuat bajunya basah seperti ini.
Detik kemudian Luhan memasang ekspresi datar.
“Kkkk~ mianhae, Luhan!”
“Whoa! Baekhyun, kau membuatnya basah!”
Luhan menyimpan gelasnya kemudian merangkul leher Dio dan Baekhyun dengan kedua lengannya kuat, sehingga kedua namja itu meminta ampun.
“Ah, appo!” pekik Baekhyun.
“Haiishh, Luhan lepaskan!” rengek Dio layaknya anak kecil. Akhirnya setelah puas, Luhan melepaskan mereka.
“Dasar tengil. Lihat, kalian membuat bajuku kotor!” sentak Luhan sambil mencoba membersihkan kemeja putihnya yang kini bagian depannya berubah warna menjadi merah muda karena minuman itu. Baekhyun dan Dio kembali terkikik.
Ketika Luhan mengangkat pandangannya, ia baru menyadari bahwa sedari tadi Kai berada di dekatnya. Namja itu hanya diam dan membungkam mulutnya. Malu? Mungkin.
Luhan menepuk pundak Kai pelan. “Kau menikmati pestaku, huh?”
Kai menatap Luhan kemudian tersenyum masam. “Tentu saja. Ini pesta pernikahan sahabatku juga.”
Luhan tertawa kecil.
Tidak lama kemudian Heesa datang. Ia kini menyanggul rambutnya ke atas, memakai gaun biru tua yang bagian punggungnya sangat terbuka. Dan selama Heesa berjalan hingga berada tepat di hadapan Luhan, Luhan sama sekali tidak mengerjapkan matanya. Terpukau, terpesona. Heesa sangat cantik.
“Luhan!” teriak Heesa sambil melihat baju kemeja putih Luhan yang ternodai oleh minuman. “Mengapa bisa begini? Ceroboh.”
Luhan mengerjapkan matanya kemudian mengalihkan pandangannya pada Baekhyun dan Dio. “Mereka yang melakukannya.”
Heesa beralih menatap Baekhyun dan Dio dengan sinis. “Ya! Mengapa kalian melakukannya, huh?”
“Kami tidak bermaksud, Heesa! Sungguh..” ucap Baekhyun gugup. Heesa kemudian menatap Luhan.
“Cepat ganti bajumu.”
“Shireo,” ucap Luhan sambil memasukkan tangannya ke dalam saku. Heesa mengerutkan kening.
“Bajumu kotor, Luhan. Kau harus menggantinya! Apa kau tidak malu dilihat oleh banyak orang dalam keadaan seperti ini?” tanya Heesa yang memang sedari tadi sudah menyadari bahwa banyak tamu yang melihat ke arah mereka.
“Aku tidak malu sama sekali.”
Baekhyun dan Dio hanya tertawa melihat tingkah pengantin baru itu. Kai hanya menatap mereka dan tersenyum pahit. Masih belum bisa menerima mereka untuk bersama? Mungkin saja. Dan.. Han Chaeri kini tersenyum tulus. Ia memang harus bisa melepaskan mereka untuk bersama.
“Ya sudah jika kau tidak ingin mengganti bajumu..” ucap Heesa sambil membalikkan badan berniat meninggalkan Luhan. Namun Luhan dengan cepat menarik pinggang Heesa dan memeluknya dari belakang.
Kini Luhan menempelkan bibirnya pada telinga Heesa, kemudian berbisik, “Aku ingin kau yang menggantikan bajuku. Disini. Bagaimana?”
Heesa hendak membuka mulutnya untuk protes, namun Luhan segera meletakkan telunjuknya di depan bibir Heesa. “Cepat. Atau malam ini akan menjadi malam terburukmu.”
Heesa mendesah panjang, kemudian mengangguk. “Baiklah. Tapi lepaskan aku dulu, aku akan mengambilkan kemeja baru untukmu.”
Luhan mengecup pipi Heesa kemudian melepaskan pelukannya pada pinggangnya.
Baekhyun dan Dio tertawa kemudian menghampiri Luhan kembali. “Apa yang kaulakukan padanya?” tanya Dio penasaran. Luhan terkikik kecil.
“Aku hanya memberinya pelajaran,” jawab Luhan sambil melirik pada Kai. Kai yang melihatnya hanya mendengus pelan.
“Pelajaran?” tanya Baekhyun. Luhan hanya tersenyum senang sebagai jawabannya.
Beberapa menit kemudian Heesa datang sambil membawa kemeja berwarna merah muda. Luhan segera mengulum senyumnya dan memasang mimik acuh kembali.
“Here,” ucap Heesa sambil menyerahkan kemejanya pada Luhan. Namun Luhan menolaknya.
“Kau yang memakaikannya, Heesa.”
Heesa mengerutkan keningnya. “Disini?”
“Ya.”
Baekhyun, Dio, dan seluruh tamu yang mendengar hal itu bergumam ricuh. Luhan hanya mengangkat sebelah alisnya dan tetap menatap Heesa.
Heesa mengedarkan pandangannya. Kini banyak sekali yang melihat ke arahnya dan Luhan dengan antusias. Ingin segera melihat pertunjukan, huh?
Pipi Heesa memanas ketika membuka kancing kemeja Luhan satu per satu, sedangkan para tamu, apalagi wanita, menjerit-jerit karena melihat pemandangan itu. Dan mungkin bagi mereka ini adalah pertama dan terakhir melihat Luhan half naked seperti ini.
Heesa melepas kemeja Luhan setelah seluruh kancingnya terlepas, dan pada saat itulah seluruh tamu yang berada disana bersorak ricuh, karena mungkin selama mereka menghadiri acara pernikahan, tidak pernah ada kejadian langka seperti ini.
Heesa merapatkan bibir dan menundukkan kepalanya. Ia malu karena seluruh tamu undangan melihat adegan tersebut secara langsung. Sedangkan Luhan hanya tersenyum jail, ia senang melihat reaksi Heesa seperti ini -seperti yang ia harapkan.
Heesa segera memakaikan kemeja baru yang ia bawa pada tubuh Luhan. Matanya tidak berani menatap mata Luhan yang menggoda itu, menggoda dirinya, tubuhnya, dan bisa membuat hatinya bergetar hebat.
Setelah seluruh kancing itu terpasang, Heesa menatap Luhan dengan mata sendunya, “Masukkan bajumu, aku akan memakaikan jas untukmu.”
Luhan tertawa kecil, kemudian merengkuh gadis itu ke dalam pelukannya. Ia menempelkan bibirnya pada telinga Heesa, sehingga membuat Heesa sedikit bergidik. Dan tentu saja pemandangan ini membuat seluruh tamu menjadi semakin antusias untuk melihat adegan pasangan pengantin baru itu.
Luhan mengusap pipi Heesa dengan ibu jarinya, kemudian berbisik tepat ditelinganya. “Bernyanyilah untukku. Hm? Kalau kau tidak memenuhi permintaanku, kau juga akan tahu akibatnya.”
Heesa memejamkan matanya, mencoba bersabar. “Arasso.”
Luhan tersenyum puas. Dan akhirnya ia melepaskan dekapannya pada Heesa. Dengan perlahan tapi pasti, kini Heesa berjalan ke atas panggung.
“Ehm..”
Deheman kecil Heesa itu membuat seluruh tamu kini memusatkan perhatian padanya. Heesa menggigit bibirnya pelan dan mencengkram kuat mic yang ia genggam. Gugup.
Heesa melihat ke arah para pemain musik untuk memberi aba-aba. Dan tidak lama kemudian terdengar alunan musik yang lembut menyentuh pendengaran bagi siapapun yang mendengarnya. Dan akhirnya Heesa membuka mulutnya…
“Before we go to sleep tonight, we say our prayers that hold you tight..”
Luhan mengangkat alisnya dan menatap tajam pada Heesa. Dan tentu saja gadis itu tidak menyadarinya, karena ia kini tengah menunduk dan menyanyikan lagu yang ia pilih untuk Luhan.
“And forever more, I’ll be the one to love you.. when you need me, I’ll be there, to make you smile..”
Luhan melangkahkan kakinya sedikit demi sedikit hingga berada dekat dengan panggung kecil dan sederhana itu. Heesa yang menyadari tengah diperhatikan Luhan hanya memalingkan muka ke arah lain. Malu, kesal, gugup, semua bercampur menjadi satu, sehingga kini ia salah tingkah.
Akhirnya Luhan mengambil langkah yang lebih jauh lagi. Ia kini membawa langkahnya ke atas panggung dan mendekat ke arah Heesa. Heesa menatap namja itu dengan mata sendunya sambil masih bernyanyi, berharap Luhan tidak memintanya untuk melakukan hal yang lebih memalukan dari ini.
Luhan mengambil mic yang tengah digenggam Heesa, kemudian memeluknya dari belakang. Luhan menempelkan bibirnya pada daun telinga Heesa, hendak membisikkan sesuatu.
“Kim Heesa, hukuman terakhir untukmu,” bisik Luhan pada Heesa. Heesa menarik napas panjang, dan para tamu tentunya penasaran apa yang tengah dilakukan pengantin baru itu.
“Kiss me now.”
Heesa membelalakkan matanya.
“In front of our beloved guest,” lanjut Luhan. Heesa memejamkan matanya dua detik, kemudian membukanya perlahan…
Dan seketika matanya menangkap sosok Kai tengah berdiri menatapnya. Ia terlihat tampan dibalik tuxedo abu yang ia kenakan. Rambutnya yang sedikit berantakan membuatnya semakin terlihat seksi.
Kai, sahabat baiknya. Sahabat yang amat dicintainya.
Ditengah-tengah saling menatap itu, akhirnya Kai tersenyum pada Heesa, yang detik kemudian tentu saja Heesa menyahut senyuman itu dengan hangat. Ia yakin, bahwa nanti ia pasti akan sangat merindukan sosok Kai yang selalu berada di sampingnya, apapun yang terjadi.
Akhirnya Heesa membalikkan tubuhnya agar bisa menghadap Luhan. Luhan menatap Heesa datar, kemudian tersenyum simpul. Heesa menangkupkan kedua telapak tangannya dipipi Luhan, kemudian berjinjit sedikit dan mencium bibir Luhan dengan lembut.
Seketika seluruh tamu yang berada disana ricuh. Beberapa ada yang menyoraki mereka, bertepuk tangan, atau bergumam iri terhadap pasangan yang “sempurna” itu.
Luhan merangkulkan lengannya dipinggang Heesa kemudian menarik tubuh mungil itu agar lebih dekat dengannya. Dan akhirnya, mereka berpagutan cukup lama dan cukup hangat.
Kai menundukkan kepalanya kemudian berjalan menjauh dari keramaian itu. Han Chaeri hanya tersenyum tulus melihat Heesa dan Luhan berciuman di hadapannya. Baekhyun dan Dio… yah, mereka termasuk tamu yang mengisi keramaian -mereka bertepuk tangan, bersorak, dan bersiul cukup keras. Merasa ikut bahagia melihat kedua pasangan itu akhirnya benar-benar menjadi pasangan yang abadi.
Yah, beginilah. Seluruh kisah cinta pasti ada pahit dan manis. Ketika kita berkorban hanya demi orang yang kita cintai, itu juga merupakan cinta sejati yang terbentuk karena pengorbanan tersebut. Termasuk juga, mengorbankannya bahagia dengan orang lain.
Dan.. cinta memang tidak harus memiliki, bukan?
***
Luhan menurunkan koper birunya dari bagasi mobil kemudian berjalan masuk ke dalam villa. Heesa yang tidak menyadari bahwa mereka sudah sampai, ia tetap terlelap dalam tidurnya dengan pulas. Dan memang sengaja, Luhan membiarkannya dan tidak membangunkannya atau mengusiknya.
Luhan masuk ke dalam kamar dan meletakkan kopernya disamping lemari kayu yang bercat coklat tua. Villanya ini memang hanya satu lantai, tetapi tentu saja dilengkapi dengan fasilitas yang sempurna. Mulai dari ruang tamu yang bernuansa klasik, ruang keluarga yang disertai dengan karpet berbulu tebal, dapur modern namun terkesan klasik, ruang makan, kamar, dan ditambah kolam renang yang menyerupai danau yang terletak di halaman belakang. Luhan sengaja memilih villa ini, karena suasananya yang terasa nyaman dan sepi.
Luhan berjalan ke arah dapur dengan santai. Ia membuka lebar satu jendela besar disana, kemudian mengeluarkan satu batang rokok dan membakar ujung rokok itu dengan pemantik api kesayangannya. Akhirnya Luhan menghisap rokok itu perlahan, kemudian mengeluarkan asapnya dengan perlahan.
Apa yang akan ia lakukan dengan Heesa? Atau lebih tepatnya, apa yang harus ia lakukan pada Heesa? Ia harus berkomitmen pada tujuannya sendiri bahwa ia harus menghukum Heesa atas kesalahan yang telah ia lakukan ketika malam sebelum pernikahannya.
Luhan menyesap rokoknya lebih dalam.
Kai. Hah, namja itu. Luhan sangat tahu pasti bahwa Kai benar-benar ingin memiliki Heesa sepenuhnya. Yah, meskipun Luhan tidak mengetahui prolog sebelum hal itu terjadi, tetapi tetap saja ia merasa marah dan kesal. Heesa, calon istrinya, dinikmati terlebih dahulu oleh pria lain -yang bukan calon suaminya-sebelum pernikahan dimulai.
Tetapi tetap saja. Ia menyayangi Heesa. Hal buruk apapun yang dilakukannya, bagaimana ia ketika begitu sensitif, dan perlakuannya ketika ia dengan santainya membolak-balik keadaan hatinya… Luhan menyukainya. Luhan menyayanginya. Luhan mencintainya.
Luhan mematikan rokok yang masih tersisa banyak itu kemudian memasukkannya ke dalam saku celananya. Ia mengambil segelas air kemudian berkumur beberapa detik dan membuang air itu ke westafel -berharap jejak rokok itu hilang dari mulutnya.
Luhan berjalan menuju mobil kemudian menghampiri Heesa yang masih terlelap dalam tidurnya. Luhan membuka pintunya kemudian menggendong Heesa dengan mudahnya. Dan dengan sangat hati-hati Luhan berjalan masuk kembali menuju villa dengan Heesa yang terlihat tenang dalam gendongannya. Luhan hanya tersenyum tipis melihat yeoja itu masih tertidur pulas.
Luhan membuka pintu halaman belakang dengan kakinya kemudian berjalan mendekati kolam. Ia tersenyum sekali lagi sebelum ia berdiri tepat di pinggir kolam.
Luhan berdeham kecil. “Wake up, my lil’ whore…”
Dengan satu kedipan mata Luhan menjatuhkan Heesa ke kolam renang itu. Heesa tentu saja terbangun dan kini ia berusaha berenang ke atas kolam untuk mencari udara. Sedangkan Luhan? Tentu saja ia tertawa sangat puas.
“Haaaaa…” Heesa segera mengambil napas sebanyak-banyaknya. Ia mengusap wajahnya yang berlumuran air dingin itu. Dadanya tersenggal karena selain ia terkejut, ia juga sulit mengambil napas.
Luhan berjongkok kemudian menatap Heesa. “Apakah tidurmu nyenyak?”. Heesa mengerutkan keningnya dan menggigit bibirnya kesal. Luhan tertawa acuh. “Okay, aku simpulkan ekspresimu sebagai jawaban.”
Luhan berdiri kemudian melipat kedua tangan di depan dadanya. “Sebelum malam hari, kau harus sudah membereskan semua barang-barang yang kita bawa dan memasak makanan yang paling enak untukku. Mengerti? Jika kau tidak menyelesaikannya sebelum malam hari.. yah, lihat saja nanti,” ucap Luhan tanpa ekspresi sedikit pun. Kemudian namja itu berjalan dengan santainya ke dalam villa, meninggalkan Heesa yang masih terperangkap dalam dinginnya air kolam itu.
“Ya! Luhan… uurrgghh!” rutuk Heesa kesal. Akhirnya ia berjalan keluar kolam dan berjalan ke dalam rumah tanpa memperdulikan air yang mengalir deras dari tubuhnya dan membasahi lantai rumah. Toh, pada akhirnya Heesa juga yang akan membersihkannya.
Heesa menarik napas panjang.
Sebaiknya ia mandi terlebih dahulu agar ia lebih bersemangat untuk menyelesaikan seluruh perintah yang Luhan berikan.
**
Heesa memakai baju handuknya kemudian berjalan keluar kamar mandi. Heesa segera membuka koper miliknya, bermaksud untuk mengambil satu pakaian yang cukup hangat untuk dipakai. Tetapi…
“Luhaaaaaann!!!” teriak Heesa jengkel. Luhan yang mendengar teriakan Heesa dari dapur hanya tertawa kecil dan mengangkat bahunya acuh. “Kembalikan semua pakaianku!”
Luhan terkekeh. “Sudah kubakar semua.”
“MWO?”
“Hukuman untukmu, Heesa.”
Ketika Luhan mengatakan ‘hukuman’, Heesa selalu terdiam dan termenung. Ia selalu berpikir kembali kesalahan yang telah dilakukannya bersama Kai, dan kemudian ia akan merasa bersalah dan merasa pantas untuk mendapatkan hukuman apapun dari Luhan.
Namun hukuman yang satu ini….
Heesa mengambil satu-satunya lingerie yang tersedia di dalam kopernya. Lingerie berwarna hitam. Bra dengan motif sedikit transparan pada talinya, dan g-string… God. Heesa tidak menyangka pikiran Luhan ternyata sekotor ini.
“Luhan! Aku tidak akan memakainya,” teriak Heesa dengan nada tidak suka. Luhan mengangkat alisnya.
“Bagus, telanjanglah di hadapanku,” jawab Luhan singkat. Heesa menggigit bibirnya kesal. Apa yang sebenarnya namja ini inginkan?
Heesa mengerutkan keningnya, berpikir. Apakah ia pantas memakainya? Apakah ia akan terlihat seksi atau payah? Entahlah. Tak ada waktu untuk memikirkan hal itu. heesa hanya ingin pekerjaannya segera terselesaikan.
Heesa segera memakai celemek yang telah tersedia disana. Ia menggelung rambut panjangnya ke atas agar tidak menghalanginya ketika memasak. Dan dalam sekejap seluruh rempah-rempah yang digunakan oleh Heesa sebagai bumbu masakannya telah tersedia di atas counter. Heesa merenggangkan badannya sedikit, dan beberapa detik kemudian tangannya mulai bergerak dengan lincah di atas bahan-bahan makanan yang telah tersedia.
Luhan? Jangan ditanya lagi, tentu saja dia menikmati pemandangan yang terlampau indah di hadapannya. Pinggangnya yang sangat ramping, kakinya yang jenjang, juga dua buah bongkahan pantatnya yang padat….
Luhan menghampiri Heesa kemudian memeluknya dari belakang dengan hasratnya yang masih mampu ia tahan. Luhan menyusupkan tangannya ke dalam celemek kemudian mengusap bagian perut Heesa yang rata, membuat yeoja itu merasa sedikit geli.
“Luhan, lepaskan. Aku tidak dapat berkonsentrasi,” ucap Heesa. Luhan tertawa ketika menangkap ada nada ketakutan dalam suaranya.
Luhan semakin mendekapnya erat, kemudian menenggelamkan mukanya di leher Heesa yang jenjang sambil menciumi kecil bagian kecil disana. Heesa menggigit bibir bawahnya, berusaha menahan godaan yang Luhan berikan.
“Luhan, kumohon..”
“Ssst. Memasak saja, jangan pedulikan aku,” balas Luhan. Heesa menarik napas panjang.
“Baiklah.”
*
Matahari sudah menghilang dari ujung penglihatan. Hari sudah gelap.
Heesa menghempaskan tubuhnya ke sofa dengan lega setelah menyelesaikan seluruh pekerjaannya. Ia mengipasi dirinya sendiri dengan tangannya yang mungil, berharap angin yang dihasilkan akan lebih dari yang ia harapkan.
“Heesa! Ayo kita makan! Aku lapar,” teriak Luhan dari arah dapur. Heesa mendesah kasar. Mengapa namja ini menyebalkan sekali.
“Kau saja duluan, aku lelah,” jawab Heesa dengan suara pelan, namun Luhan masih bisa mendengarnya dengan jelas.
“Berani sekali kau membiarkanku menyantap makan malam sendirian,” gerutu Luhan yang kini tengah duduk di atas meja makan bundar itu. “Baiklah, aku akan menambah hukumanmu…”
“AAAAA ANDWAEEE!!” teriak Heesa sambil berlari kecil ke arah meja makan. Luhan tertawa kecil.
“Duduk. Ayo kita makan, Sweetie,” ucap Luhan sambil mengambil beberapa potong daging asap dari piring yang tersedia disana. Heesa akhirnya mengalah dan duduk di kursi yang berhadapan dengan Luhan. Tangannya kini mulai mengambil beberapa makanan ke dalam piringnya dengan porsi yang jauh lebih banyak dari Luhan. Tentu saja, ia membutuhkan pengganti untuk energinya yang sudah terkuras habis beberapa menit yang lalu.

Luhan beranjak dari kursi makannya kemudian menghampiri lemari es yang terletak tidak jauh dari sana. Ia membuka pintu lemari es itu kemudian mengeluarkan ice cream choco oreo yang baru saja dibeli Heesa. Luhan duduk di atas meja makan sambil menyantap es krim big size itu sambil menatap Heesa yang tengah sibuk mencuci piring. Luhan tersenyum kecil melihat tubuh Heesa yang… menggiurkan. Namja itu berusaha mengatur nafsunya, dan menunggu beberapa menit lagi untuk menyantap gadis itu. Tidak lama lagi.
Akhirnya Heesa selesai dengan pekerjaannya kemudian menyimpan celemek yang ia pakai di lemari dapur. Menyadari ia kini tengah memakai lingerie, akhirnya Heesa refleks menutup dadanya ketika berjalan melewati Luhan. Namun Luhan segera mencegahnya dan mengambil kedua tangannya yang kini ia kunci dibelakang punggung Heesa dengan seutas tali yang sudah ia persiapkan.
“Ah, Luhan.. apa yang kau lakukan?” tanya Heesa sambil memberontak. Luhan hanya tersenyum licik.
Dengan ringan dan tanpa merasa ada beban, Luhan mengangkat tubuh gadis itu dan menidurkannya di atas meja makan. Dengan satu gerakan cepat Luhan mengikat kedua pergelangan kaki Heesa sehingga kini gadis itu sulit untuk berkutik, apalagi memberontak.
Luhan menggigit bibir bawahnya sambil menatap tubuh Heesa dengan seksama, membuat jantung Heesa berdegup cepat dengan tempo yang tidak beraturan. Argh tatapannya.. apa yang akan ia lakukan padanya?
Luhan mengambil es krim yang beberapa menit yang lalu ia ambil dari lemari es. Luhan mengambil satu sendok kemudian menyantapnya.
“Heesa, es krim ini enak sekali. Kau membelinya dimana?” tanya Luhan sambil mengelus pipi Heesa perlahan. Heesa menggigit bibirnya.
“Mini market, tidak jauh dari sini,” jawab Heesa dengan nada ketakutan yang terdengar jelas dari suaranya. Luhan terkekeh kecil.
Dengan perlahan, Luhan menurunkan tangannya ke leher kemudian memainkan jarinya disana, membuat Heesa merasa sedikit tergelitik.
Luhan melanjutkannya.
Tangannya turun kembali beberapa senti hingga berhenti di atas payudara milik Heesa. Kini tangan Luhan mengelus payudara milik Heesa dengan lembut, membuat puting milik Heesa perlahan menegang, menyembul dari balik lingerie tipis yang ia pakai.
“Mmh..” tanpa sadar Heesa mendesah, -mulai menikmati tangan Luhan yang kini berada di payudaranya.
Luhan kini memainkan kedua tangannya di seluruh tubuh Heesa. Meremas, mengelus, menggelitik, hingga membuat yeoja itu menggeliat tak karuan dan meminta lebih, lebih, dan lebih. Dan Luhan merasa senang mendengar Heesa mendesah begitu hebat ketika ia memilin putingnya yang mengeras. Ugh.. Luhan juga tidak bisa memungkiri lagi bahwa miliknya juga telah menegang di balik celananya.
Luhan kini mulai meraba bagian selangkangan Heesa. Heesa memejamkan matanya kuat-kuat.
“Aahh.. Luhan..”
Luhan tertawa singkat. Kini ia mengelus bibir miss v Heesa dari luar cd dengan perlahan, menggeseknya dan menekan-nekan tepat bagian klitoris.
“Mmmhh.. Luhannh.. Ahh.. Aahhh…” desah Heesa sambil merapatkan pahanya karena kegelian yang ia rasakan dari tangan Luhan.
“You’re getting wet, Honey,” ucap Luhan dengan nafasnya yang sedikit menderu. “Moaning more for me. C’mon.”
Luhan kini memainkan kedua tangannya di payudara dan miss v milik Heesa. Heesa tidak tahan lagi. Ia menikmatinya, ia merasakannya, dan ia menginginkan yang lebih.
Mengetahui Heesa semakin bernafsu, Luhan segera merobek lingerie yang Heesa pakai dan melepas ikatan pada kaki dan tangannya, sehingga tubuh Heesa kini terekspos bebas. Luhan mengedipkan matanya beberapa kali. Baru kali ini ia melihat seorang gadis telanjang -selain di internet dan majalah-majalah yang ia beli, secara langsung.
Luhan mengambil es krim yang mulai mencair, kemudian meneterkan beberapa sendok ke atas tubuh Heesa, terutama bagian payudara dan miss v. Ini adalah waktu bagi lidahnya untuk bermain.
Luhan kini merambat naik ke atas meja makan, tersenyum singkat pada Heesa sebelum mulai menjilati es krim yang ada pada wajahnya. Dan ketika lidahnya berada dekat di bibir Heesa, Heesa segera menyambar lidah itu dan menghisapnya kuat. Luhan terkejut, tentu saja. Ternyata Heesa menikmati permainannya.
Setelah berciuman cukup lama, Luhan mulai menelusuri leher dan meninggalkan beberapa bercak merah disana -membuat tanda bahwa Heesa hanya miliknya seorang.
“Mmhh.. Ahhhsssthh…” desah Heesa sambil memejamkan matanya, menikmati setiap hisapan yang Luhan berikan. Dan Luhan memberikannya beberapa hisapan kembali dan mebuat yeoja itu menjenjangkan lehernya untuk memberikan kebebasan pada Luhan untuk mengekspos lehernya lebih luas.
Tidak lama kemudian Luhan turun kembali beberapa inci, hingga akhirnya ia sampai pada payudara Heesa. Luhan menjilati seluruh es krim -yang kini telah sedikit meleleh- dengan perlahan. Menggodanya dengan belaian lidahnya, kemudian menghisap dan menggigit puting Heesa dengan nafsu, membuat yeoja itu mengerang keenakkan.
“Nngghh.. Luhanhh.. Aaahhh..”
Luhan tidak tahan lagi. Desahan Heesa begitu seksi dan menggairahkan, membuat makhluk kecil yang berada di balik celananya semakin menegang dan tidak sabar untuk masuk ke dalam tempat yang seharusnya ia berada malam ini.
Luhan kini meremas satu payudara Heesa dengan tangannya, dan yang lainnya ia kuasai dengan lidahnya.
“Aahh.. Luhann.. Mmmhh…”
Luhan menggigit puting Heesa hingga memerah dan berhasil membuat yeoja itu berteriak.
“Aaahh! Sakiithh.. Nngghhh..”
Merasa puas memainkan payudara Heesa selama beberapa menit, Luhan kemudian bergerak kembali. Ia kini memainkan lidahnya di sekitar perut Heesa dan membuat Heesa menggelinjang kecil. Dan Luhan terus bergerak, akhirnya ia sampai…
Luhan melebarkan paha Heesa dan melihat miss v Heesa yang kini berlumuran dengan es krim bercampur dengan cairan orgasmenya. Ahh, fuck. Luhan tidak sabar ingin segera menyantapnya, membuatnya merekah dan memerah.
Luhan mendekatkan wajahnya pada miss v Heesa sambil menjulurkan lidahnya. Dan ketika lidahnya menyentuh bibir miss v, Heesa bergetar hebat.
“Aaahhh.. Nnnhhh..”
Luhan terus menjilati miss v Heesa, dan sesekali menekan klitoris Heesa dengan ujung lidahnya, dan tentu saja membuat Heesa menggelinjang cukup kuat.
“Nnngghh…. Luhan… please stop it…” pinta Heesa sambil menggoyangkan pinggulnya kecil karena Luhan kini memasukkan lidahnya ke dalam lubang sempit milik Heesa. Luhan terus memasuk-keluarkan lidahnya hingga Heesa mencapai orgasme keduanya. Yeoja itu terkulai lemas kembali.
Luhan melihat wajah Heesa yang penuh dengan keringat. Ia menjilati sisa cairan yang tersisa di mulutnya sambil mendekati wajah Heesa.
“Hey, ini belum berakhir,” ucap Luhan sambil memegang dagu Heesa dan mencium lembut bibir Heesa. Heesa membalasnya sambil memegang rahang Luhan yang terbentuk dengan sempurna.
“Belum berakhir?” ucap Heesa setelah ciuman mereka terlepas. Luhan mengangguk. “Tetapi aku sudah lemas, Luhan..”
“Memangnya aku peduli? Aku akan membuatmu menjerit malam ini, Heesa. Haha,” ucap Luhan yang terdengar jahat di telinga Heesa.
“Ah, andwae Luhan..”
“Jika kau menolak, akan kupastikan malam ini kau akan tidur di luar tanpa memakai pakaian ataupun selimut,” ancam Luhan sambil mengangkat bahunya. Heesa menggigit bibirnya. Urgh namja ini.
“Baiklah.. aku akan menurut padamu,” ucap Heesa akhirnya. Luhan tersenyum kemenangan sambil meremas payudara Heesa sekilas, membuat yeoja itu mendesah singkat.
“Ah.. Luhan.. mengenai tempat, meja ini membuat punggungku sakit. bisakah kita mencari tempat yang lebih nyaman?” saran Heesa dengan sorot matanya yang tertuju pada mata Luhan. Luhan mengerutkan keningnya, kemudian tertawa.
“Arasso. Ayo kita pindah.”
Dengan satu gerakan, Luhan menggendong Heesa dengan ringan dan membawanya ke taman belakang. Oops Luhan, apa kau tidak salah membawanya ke taman belakang? Haha, sepertinya namja itu menyukai hal yang berbeda dalam melakukan hal intim bersama Heesa.
Dan sepertinya, malam ini akan menjadi malam yang sangat panjang bagi Heesa dan Luhan. Tentu saja. Karena kini mereka memiliki dunia hanya untuk mereka berdua, tanpa ada lagi yang mengganggu.
Perfect sense. Perfect love. Perfect couple. Perfect life.

……………………………………………………………………………………………………………………………………….

Finally…

last chapter publish….

oaky, saya, shin heesa MEMINTA MAAF YANG SEBESAR BESARNYA, SEBESAR PIPI XIUMIN KETIKA DIKEMBUNGKAN KARENA BARU POST SEKARANG.

you know lah sekarang aku kelas 12 hehehe ._.v

dan maaf untuk bagian akhir agak yadong dikit muahaha (?) :p

thanks semuanya yang udah setia nunggu. i love you saranghae muah muah cium becek (?) :* :’)

dont forget to leave a comment!

63 thoughts on “ELECTRIC [LAST CHAPTER – 14]

  1. Ya Tuhan akhirnya di Publish jugaa… :D Keren bgt Endingnya
    Keren bgt FF mu Thor..
    Panjang lagii :D Keep Writing ya Thor :D

  2. OH MY GOD!!!!!!!!!!!!!!! O________O
    untung sy sudah cukup umur buat bcanya xDD
    wkwkwkwwkwkwkwk..

    rasanya manis, kecut asam dan asin pas bcanyaa.. *apaan?! xD
    wkwkwkwk xD

    happy iya karena si heesa am bang Lulu tp nyakit juga iya gegara si abang kai gq sma heesa.. -_-

    akhirnya ini FF kelar jga, ude ngempet pngen nyelesein bcanya dr stahun yg lalu bru kesampean skrg..
    hahaha

    SUKSES terus buat Author^^/
    ciptain cerita baru lg yee :D
    *kalo bisa yg kai jdi gtu sama si heesaa atau heera atau pemeran cwe lainnya..
    soalnya dr dua FF yg ad Kainya endingnya pasti ama yg lain..
    wkwkwkw ^^/
    AUTHOR FIGHTING!!!!

    • hahaha untung deh kalo udah cukup umur xD khawatir yang bacanya anak sd OuO
      nanonano gituuuu xD
      iya sih kasian si kai, tapi mau gimana lagi -_,,,- poliandri aja kali ya /plakkk
      serius setahun yang lalu???
      iyaaaa pastiiii.
      sipsip makasih sayang sarannya <3
      FIGHTING!!!!

  3. aduh ini FF yang ditunggu tunggu akhirnya publish :”) huehehe. endingnya greget niih thoorr, coba kalo rating nc nya naikin dikit *eh *otakyadong-_-v keren lah pokonyaa. keep writing ya thor ^^//

  4. Akhirnyaaaa di post juga!
    Saking semangat buat baca,sampek nggak sempet liat kalo ini ff nc 19+
    Jadi dewasa sebelum waktunya deh,hehehe
    Nggak berani baca yg terakhir2nya._.
    Tapi endingnya kereeeeennn
    Luhaaaan dirimu memang menerima heesa apa adanyaaa

    • hahaha miaaan yaaa. soalnya kalo nih cerita endingnya ga yadong berasa ganjel gimanaaa gitu ‘-‘? hahaha
      kau sudah cukup dewasa nak (?) :’)
      thaaaankksss hahaha<3 tetep stay tune di blog kita ya saranghae mwah<3

  5. dasar Luhan! pervert wkwk~
    end ya? Yah! -_-
    nice nice *.* author nya yadong juga ya? hahaha aku juga sih wkwk~ manusiawi..
    kenapa engga dilanjutin? -_- *najong wkwk
    aaah! pokoknya daebak!

  6. Waaaaah !! Happy ending :D
    Jinjja daebak thor!! Thor buatin dong after storynya kai, masa endingnya kai Melow kyak gtu ? Gak seruu ..
    Karya berikutnya di tunggu thor

  7. Autoorrrrr ini ff gilak yah keren bangeett>< wkwk:p.. di chapt2 sebelumnya ff ini ada genre angst sama hurtnya.. itu bikin ff ini jadi keren bangett!!hehe^^..oia thorr itu kai oppanya gimana?:D

  8. hi author, aku pengen baca ff pervy brother, cuman ffnya diprotect. aku bingung mau minta passwordnya gimana, jd lewat komen sini aja .-. boleh minta passwordnya? ^^~

  9. Wahhhh~~~
    Ceritanya DAEBAK bnget thor ditambah couplenya ajib seru bnget ..
    Tpi aku msih penasaran terus Kai sma siapa dong ? Klo dia ga sma Heesa mending sma aku aja hehehe #pedebgtloe ..
    Tpi diluar dri itu cerita bikin tegang dan pnasaran apalagi alurnya susah di tebak ini bru FF yg aku cri-cri #byakbacotloe ..
    Oh ya, slam kenal aku reader bru di sni #telatwoy ..
    Hehehehe :D

  10. Aku doang ya yang nganggep ff ini sad ending /plak/ habis heesa cocokan sama kai :”( plis dong thor dibuat ff sequel nya, biarkanlah kai bersama heesa (maksa)
    Tapi ff ini tuh daebakkkkkkkk bgt, bikin nangis baca nya apalagi kalo heesa sama kai, itu terharu semua scene nya :”
    Maaf ya thor aku readers baru,jadi baru komen
    Lov u pul <3

  11. Hallo author, kenalkan aku ajeng reader bru di page ini. . . Aku seneng bsa bca ff ini, tp maaf aku bru coment di chap 14, hbs aku bingung mau ngmng apa krna ff ELECTRIC udh 1 thn y lalu, aku malu klw mau coment tkt’a diblng ‘ketinggalan’ hehehe. . .

    oiia author, aku mau ungkapin yg aku rsain dri chap 1-14 itu buat tngkt emosional aku naik turun BANGET. . . bca’a aja sllu bkin dag dig dug deg ddooorr. . . . DAEBAAKK. . .deh bwt FF ini, trmksh ats crta yg brkualitas’a ^-^

  12. waaahh…thooor, endingnya kok nggak sama kai sii :(
    pas baca ini jadi keingetan lagunya Tulus yang Sepatu thooor,
    coba difilemin :D
    kereeen thoor,
    keep on yaaa

  13. Finally ni FF kelar juga.. Critanya sungguh bkin aku deg” ser, thor :D
    akhir yg bhagia tapi tidak dngan Kai .. Ckck
    mending kai sama aku ;)
    #ditabokreaders

  14. Hai.. aku Wily 96L, aku nggak tau atau lebih tepatnya lupa kalau aku udah komen apa belum di sini.. mungkin belum, atau mungkin udah tapi pake id yang lama, 3 hari yang lalu aku baru aja ganti ID (lagi) kkk :D ya beginilah, aku bener-bener pelupa akut, bahkan di salah satu blog aku pernah intro sampe 3x karena lupa.. #curcol

    Oke, aku izin untuk jadi reader disini, boleh?? :)

Leave a reply to Shin Heera Cancel reply